Kehadiran Paralegal untuk Pendampingan Korban Kekerasan di Tingkat Akar Rumput
Lembaga Bantuan Hukum Bali Women Crisis Centre (LBH BWCC) telah melakukan kegiatan pelatihan paralegal kepada berbagai elemen masyarakat secara lokal sebagai bentuk upaya perluasan akses keadilan dan layanan bantuan hukum bagi masyarakat khususnya perempuan dan anak korban kekerasan. Hingga tahun 2023, jumlah paralegal saat ini yang direkrut oleh LBH BWCC sejumlah lebih dari 100 orang yang bertugas dan tersebar di beberapa wilayah di Provinsi Bali terutama di daerah terpencil dan pedesaan. Paralegal berasal dari berbagai kalangan, seperti anggota masyarakat umum, tokoh masyarakat, aparatur desa, tokoh adat, aparatur desa, mahasiswa dan remaja perempuan, ibu rumah tangga, penyintas kekerasan, dan lainnya.
Program Perluasan Akses Keadilan dan Pendampingan Hukum bagi Masyarakat dan Korban Kekerasan
Pada rentang bulan Februari 2023, LBH BWCC melalui bantuan pendanaan dari Legal Empowerment Fund (LEF) dari The Fund for Global Human Rights (Britania Raya), melaksanakan Program Perluasan Akses Keadilan dan Pendampingan Hukum bagi Masyarakat dan Korban Kekerasan. Salah satu keluaran program adalah perekrutan dan pelatihan paralegal tingkat dasar yang ditujukan bagi 60 orang paralegal perempuan yang berasal dari empat kabupaten/kota, yaitu Kabupaten Badung, Kota Denpasar, Kabupaten Bangli, dan Kabupaten Tabanan. Pelatihan paralegal dibagi menjadi dua gelombang dengan masing-masing peserta sebanyak 30 orang untuk setiap gelombang. Pelatihan gelombang pertama dilaksanakan pada tanggal 10-12 Februari 2023 dan pelatihan gelombang kedua dilaksanakan pada tanggal 17-19 Februari 2023, kedua kegiatan dilaksanakan di Kubu BWCC, Tabanan, Bali.
Pelatihan paralegal bagi paralegal perempuan di Kubu WCC, Tabanan, Bali
Ni Nengah Budawati, Direktur LBH BWCC, menyatakan bahwa saat ini jumlah sumber daya manusia (SDM) untuk melakukan pendampingan terhadap korban kekerasan masih dirasa terbatas dan tidak seimbang jika dibandingkan dengan banyaknya jumlah kasus-kasus yang terjadi di Bali. “Maka, kami melihat pelatihan paralegal penting dilaksanakan. Hal ini berawal dari para perempuan di tingkat rumput yang menjadi jembatan kami dalam pendampingan kasus untuk korban dan kami melihat mereka perlu mendapatkan pelatihan menjadi paralegal. Dari pelatihan ini, paralegal akan dapat membantu kerja-kerja LBH BWCC ke depannya dalam menangani kasus, pemberdayaan, dan hal-hal yang memang diperlukan oleh korban atau penyintas, serta masyarakat,” ujar Ni Nengah Budawati.
Pelatihan Paralegal Tingkat Dasar bagi Paralegal Perempuan
Pada pelatihan paralegal tingkat dasar para peserta pelatihan mendapatkan berbagai materi pelatihan, antara lain Konsep Umum Paralegal, Mengenali Bentuk-Bentuk Ketidakadilan Gender, Asistensi Pendampingan, Gender, HAM, dan Advokasi, Pemenuhan Hak-Hak Korban atau Penyintas, Cara Pandang Budaya (Adat) terhadap Perempuan, Sistem Pemulihan Berbasis Komunitas, dan Pelatihan Ekonomi Kreatif.
“Pelatihan ini penting bagi ibu-ibu yang memang memiliki keinginan untuk berperan aktif sebagai paralegal. Peran paralegal akan sangat membantu LBH BWCC nantinya terutama dalam penanganan kasus terutama di daerah tertinggal,” ungkap Ni Ketut Madani Tirtasari, advokat LBH BWCC yang sekaligus menjadi narasumber dalam pelatihan untuk materi Sistem Pemulihan Berbasis Komunitas.
Ni Ketut Madani Tirtasari sebagai narasumber pelatihan paralegal menyampaikan materi tentang Sistem Pemulihan Berbasis Komunitas
I Ketut Gunada, narasumber pelatihan untuk materi Asistensi Pendampingan mengatakan, “Pelatihan ini bermanfaat bagi peserta sehingga dapat membantu masyarakat luas terutama dalam penanganan kasus, misalnya dalam pelaksanaan mediasi dengan pihak-pihak terkait. Melalui materi Asistensi Pendampingan untuk penanganan kasus litigasi dan non-litigasi, diharapkan peserta dapat memahami proses dan alur penanganan kasus.” I Ketut Gunada saat ini aktif sebagai paralegal di bawah koordinasi LBH BWCC dan juga bekerja sebagai Kepala Kewilayahan Desa Rejasa di Kantor Kepala Desa Rejasa, Tabanan, Bali. Keterlibatannya sebagai paralegal dari perwakilan aparatur desa secara strategis merupakan salah satu contoh upaya LBH BWCC dalam mengajak partisipasi otoritas desa untuk membantu penanganan kasus-kasus hukum yang terjadi di tingkat akar rumput.I Ketut Gunada sebagai narasumber pelatihan paralegal menyampaikan materi tentang Asistensi Pendampingan
Para peserta pelatihan menyambut positif pelatihan paralegal yang diberikan. Salah satu peserta pelatihan dari Kota Denpasar, Ni Wayan Riyasmi (47 tahun), yang sehari-harinya bekerja sebagai pedagang acung mengungkapkan antusiasmenya dalam mengikuti pelatihan, “Pelatihan ini menambah wawasan, meskipun saya tidak memiliki latar belakang di bidang hukum. Ada pelatihan ekonomi kreatif juga, merangkai bunga dan membangun usaha dupa,” ungkapnya. Ni Wayan Riyasmi juga mengungkapkan bahwa pada akhirnya ia mengetahui tentang paralegal dan peran paralegal terutama dalam mendampingi korban dan penyintas. “Harapannya agar ilmu-ilmu yang diperoleh bisa dilaksanakan saat mendampingi korban atau penyintas terutama untuk pendampingan hukum. Dengan mengikuti pelatihan ini, saya menjadi lebih memahami tentang apa itu bentuk-bentuk kekerasan pada perempuan dan anak serta alur pelaporan ketika ada masalah hukum di masyarakat,” tambahnya.
Peserta lainnya, Ni Nengah Arini (46 tahun) dari Kabupaten Badung, yang juga bekerja sebagai pedagang acung mengatakan bahwa pelatihan paralegal menambah pengalamannya untuk mendapatkan pengetahuan seputar hak-hak para korban atau penyintas. Dari pelatihan ini ia juga mengetahui tentang paralegal dan berharap bisa melakukan pendampingan terhadap korban. “Saya berharap saya bisa melakukan peran sebagai paralegal ke depannya, misalnya jika ada korban yang saya ketahui di lingkungan sekitar saya, saya akan berusaha mendampingi di tahap awal dan mengajak untuk berkonsultasi sampai kasusnya bisa terselesaikan oleh LBH BWCC,” ujarnya.
Menjadi Paralegal dan Kontribusi terhadap Perluasan Akses Bantuan Hukum
Menurut Permenkumham No. 3 Tahun 2021, paralegal adalah setiap orang yang berasal dari komunitas, masyarakat, atau Pemberi Bantuan Hukum yang telah mengikuti pelatihan paralegal, tidak berprofesi sebagai advokat, dan tidak secara mandiri mendampingi Penerima Bantuan Hukum di pengadilan. Paralegal secara sukarela bertugas membantu dan bekerja sama dengan pengacara atau advokat serta keberadaannya sebagai supporting system penting karena perannya ikut mempermudah akses keadilan di dalam masyarakat serta perpanjangan tangan di tingkat akar rumput untuk layanan bantuan hukum.
“Dalam merekrut paralegal, LBH BWCC memiliki kriteria tersendiri, di mana yang terpenting adalah personalitas dari paralegal terpilih, misalnya ia harus memiliki empati dan kepedulian terhadap korban atau penyintas, keberadaannya diterima oleh orang-orang di lingkungan sekitarnya, dan memiliki komitmen dalam melakukan pendampingan, serta kriteria lainnya. Potensi-potensi secara personal ini biasanya kami lihat dan observasi pada saat memberikan kegiatan pemberdayaan atau pelatihan di tingkat masyarakat, yang selanjutnya kami ajak anggota masyarakat untuk ikut bergabung di komunitas paralegal kami,” ujar Ni Nengah Budawati menjelaskan tentang kriteria paralegal.