LBH BWCC Dorong Pemahaman Kekerasan Berbasis Gender agar Perempuan Lebih Berdaya

  • Okt 21, 2025

BalihBalihan.com, Tabanan - Lembaga Bantuan Hukum Bali Women Crisis Centre (LBH BWCC) menyelenggarakan Workshop bertajuk “Membangun Kesadaran dan Ketahanan dalam Menghadapi Kekerasan Berbasis Gender (KBG)” sebagai bagian dari program “Perempuan Pulih Berdaya Wujudkan Kesejahteraan” pada Senin, 20 Oktober 2025, di Kubu Bali WCC, Desa Penatahan, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Bali.

Kegiatan ini terselenggara atas dukungan kolaborasi antara Grab Indonesia dan BenihBaik.com, yang berkomitmen mendukung upaya pencegahan dan penanganan KBG melalui program “Inspirasi Kartini: Membangun Kemandirian Perempuan Indonesia.” Workshop ini diikuti oleh para penyintas dampingan LBH BWCC serta mahasiswi Universitas Dhyana Pura sebagai penerima manfaat. Kegiatan bertujuan memperkuat pemahaman mengenai kekerasan berbasis gender, hak-hak korban, serta kedudukan perempuan dalam hukum adat di Bali.

Direktur LBH BWCC, Ni Nengah Budawati, dalam sambutannya menegaskan pentingnya membangun kesadaran tentang perlindungan terhadap perempuan dari KBG, termasuk dalam konteks lokal hukum adat.

“Kita tidak sedang menentang adat, tetapi menegaskan bahwa adat yang hidup mestinya juga adil bagi perempuan. Banyak aturan adat yang bisa ditafsir ulang agar lebih berpihak pada kemanusiaan dan kesetaraan,” ujar Budawati.

Ia menambahkan bahwa pada masyarakat Bali masih banyak perempuan yang kehilangan hak-hak dasarnya, seperti hak waris, hak tinggal, atau hak atas anak, akibat norma adat yang bias gender. Kondisi ini sering berujung pada bentuk kekerasan ekonomi, sosial, maupun psikologis yang kerap tidak dikenali, namun termasuk dalam lingkup kekerasan berbasis gender.

Budawati juga menekankan bahwa pemberdayaan perempuan melalui edukasi hukum dan kesadaran terhadap KBG merupakan langkah penting dalam upaya pemulihan dan pencegahan. “Perempuan harus berani bersuara, memahami haknya, dan tahu ke mana harus mencari bantuan. Pendidikan hukum yang sensitif gender adalah bentuk nyata pencegahan kekerasan,” ungkapnya.

Salah satu peserta dari kalangan penyintas, Komang (nama disamarkan), mengaku kegiatan ini memberinya keberanian baru. “Dulu saya pikir pengalaman saya hanya beban pribadi. Tapi, setelah ikut kegiatan ini, saya tahu saya tidak sendiri, dan saya punya hak untuk dilindungi,” ujarnya dengan haru.

Sementara itu, Tu Ayu, mahasiswi Universitas Dhyana Pura, berpesan kepada perempuan lain untuk tidak takut melapor jika mengalami kekerasan. “Pesan saya untuk perempuan di luar sana, beranilah melapor dan berkonsultasi dengan psikolog jika mengalami kekerasan,” tuturnya.

Melalui kegiatan ini, LBH BWCC berharap semakin banyak perempuan dan generasi muda yang memahami hak-haknya serta berani mendorong perubahan sosial yang berpihak pada keadilan dan kesetaraan gender. LBH BWCC mengajak masyarakat, terutama komunitas lokal dan lembaga pendidikan, untuk terus membangun ruang aman dan berpihak bagi perempuan.

Dukungan publik sangat penting agar upaya pencegahan kekerasan berbasis gender dapat berjalan berkelanjutan.