Mengungkap Kekerasan Seksual Terhadap WNA di Bali: Peran Pemerintah dan LSM

  • Maya Rizka Yuhanida
  • Sep 21, 2023

Pemerintah Indonesia dan berbagai organisasi non-pemerintah (LSM) telah berupaya untuk meningkatkan kesadaran tentang masalah kasus kekerasan seksual dan memberikan bantuan kepada korban. Ada undang-undang di Indonesia yang melarang tindakan kekerasan seksual, dan pelaku dapat dihukum secara pidana jika tertangkap dan dinyatakan bersalah. Undang-Undang yang mengatur tindak kekerasan seksual terhadap perempuan yakni tertuang dalam Pasal 1 angka 1 UU Nomor 12 Tahun 2022. Tindak Pidana Kekerasan Seksual didefenisikan sebagai segala perbuatan yang memenuhi unsur tindak pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang tersebut dan perbuatan kekerasan seksual lainnya sebagaimana diatur dalam undang-undang sepanjang ditentukan dalam undang-undang tersebut. Selain itu LSM atau Lembaga Swadaya Masyarakat di Bali juga berperan dalam memberikan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual, melakukan kerjasama dengan yayasan atau instansi serta masyarakat dalam mengatasi kekerasan seksual terutama kepada WNA di Bali. Selain itu, LSM-LSM ini dapat memberikan bantuan sosial, psikologis, dan hukum kepada korban. Selain itu upaya pemerintah juga mencakup peningkatan kesadaran tentang masalah kekerasan seksual dan kampanye untuk mencegahnya. Hal ini mencakup edukasi tentang hak-hak perempuan dan tindakan pencegahan. Pihak berwenang di Indonesia harus melakukan penyelidikan dan penuntutan terhadap kasus-kasus kekerasan seksual dengan serius. Keadilan harus ditegakkan tanpa pandang bulu, termasuk dalam kasus melibatkan WNA.

Kasus Kekerasan Seksual di Bali tahun 2019-2023

Pada tanggal 17 September 2022 telah terjadi kekerasan seksual terhadap warga negara asing asal Inggris yang sedang berlibur di Bali (ANTARA, 2022). Pelaku pelecehan terhadap WNA tersebut merupakan pelaku berulang yang baru tiga bulan dibebaskan dari Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kerobokan, Badung, Bali. Modus atau teknik yang dilakukan oleh pelaku yaitu dengan mengaku sebagai tukang ojek, mengantarkan korban seorang bule asal Inggris ke tempat hiburan malam di kawasan Kuta, Badung, sambil mengendarai sepeda motor Yamaha N-max. Pelaku awalnya menawarkan korban untuk menggunakan kendaraan roda dua miliknya sambil menyamar sebagai tukang ojek. Setelah penawaran dilakukan, baik korban maupun pelaku berangkat ke lokasi yang ditentukan. Namun ketika korban menyadari bahwa jalan yang dilaluinya tidak sesuai dengan yang tertera di peta elektronik atau Google Maps di handphone korban, kekhawatirannya terhadap pelaku semakin bertambah. Korban yang merasa curiga dengan pelaku, meminta untuk ditinggalkan di tengah jalan, sehingga membuat korban berteriak meminta pertolongan. Kemudian, pelaku membawa korban di salah satu gang sepi dan terjadilah peristiwa pelecehan seksual terhadap korban. Akibat kejadian tersebut, tubuh korban mengalami beberapa luka. Selain menganiaya korban, pelaku juga merampas paksa barang milik korban, termasuk kalung emas. Atas perbuatan tersebut, pelaku diadili atas kejahatan ini berdasarkan Pasal 365 KUHP dengan ancaman hukuman paling lama sembilan tahun untuk pencurian yang didahului atau disertai dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Korban yang sempat menjalani visum dan diketahui mengalami beberapa luka akibat ulah tersangka, kini sudah kembali ke rumah dengan status rawat jalan, menurut Kapolresta Denpasar.

Selain itu kasus kekerasan lainnya yang menimpa WNA asal Brazil di Bali terjadi pada 07 Agustus 2023 yang sedang berlibur (Raharjo, 2023). Pelaku kekerasan seksual juga melakukan modus atau tidak pidana yang sama, yakni yang bersangkutan mengaku sebagai tukang ojek. Peristiwa itu terjadi saat korban memesan ojek online dari Puri Kelapa Quest by Bukit Villa dengan tujuan ke salah satu vila di kawasan Jimbaran. Saat itu korban menginap di vila tersebut saat berlibur di Bali. Untuk mengalihkan perhatian korban dari rute atau peta perjalanan selama perjalanan, pelaku terus menerus mengajak ngobrol korban. Pelaku kemudian meminta korban keluar dari kendaraannya di tengah jalan yang merupakan kawasan sepi.Pelaku lalu membanting korban ke tanah dan mencekik leher korban. Korban sempat melakukan perlawanan dan berusaha melarikan diri namun gagal, terlapor akhirnya tetap memperkosa korban yang merupakan WNA. Namun pelaku masih belum tertangkap dan kasus tersebut masih dalam proses penyidikan oleh pihak kepolisian setempat.

Ilustrasi Kekerasan Seksual Yang Terjadi pada Perempuan
Sumber: https://www.istockphoto.com

Upaya Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap WNA di Bali

Salah satu upaya pemerintah dalam menangani kasus kekerasan seksual terhadap WNA terutama di wilayah Bali adalah dikeluarkannya Undang-Undang yang mengatur tentang kasus kekerasan seksual yakni Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Pemerintah Indonesia telah meningkatkan penegakan hukum terhadap pelaku kekerasan seksual, termasuk terhadap WNA. Kasus-kasus tersebut diinvestigasi secara serius, dan pelaku yang terbukti bersalah dihukum sesuai dengan hukum Indonesia. Selain itu, wilayah Bali adalah tujuan wisata yang populer, dan pemerintah setempat telah meningkatkan pengawasan terhadap tempat-tempat wisata dan industri pariwisata secara umum untuk mengurangi risiko kekerasan seksual terhadap WNA. Adanya peningkatan kesadaran pemerintah Bali yang ditujukan kepada masyarakat lokal dan pelancong tentang pentingnya melaporkan kasus kekerasan seksual dan menghindari tindakan yang dapat meningkatkan risiko terjadinya kekerasan seksual.

Karena di wilayah Bali menerima banyak pengunjung atau wisatawan dari berbagai negara di dunia, maka pemerintah Indonesia bekerja sama dengan kedutaan dan konsulat negara asal WNA untuk memberikan bantuan dan dukungan konsuler kepada korban kekerasan seksual yang berada di wilayah Indonesia. Pemerintah dan LSM lokal juga dapat memberikan pelatihan kepada penyedia layanan medis dan psikologis, serta petugas kepolisian, untuk memastikan bahwa korban kekerasan seksual menerima dukungan yang sesuai. Pemerintah juga berupaya memperkuat peraturan dan kebijakan yang melindungi korban kekerasan seksual dan memastikan adanya mekanisme yang efektif untuk melaporkan kasus-kasus tersebut.

Penting untuk diingat bahwa penanganan kasus kekerasan seksual adalah tugas bersama antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga-lembaga terkait. Korban dan saksi yang menyaksikan kekerasan seksual juga harus merasa aman untuk melaporkan kasus-kasus tersebut agar tindakan dapat diambil untuk menegakkan hukum dan memberikan dukungan kepada mereka yang terkena dampak. Kesadaran masyarakat tentang kekerasan seksual dan hak-hak korban juga penting untuk mengatasi masalah ini secara efektif.

Ilustrasi Upaya Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap WNA di Wilayah Bali
Sumber: https://www.istockphoto.com

Perlindungan Pemerintah Terhadap WNA Korban Kasus Kekerasan Seksual

Perlindungan pemerintah terhadap WNA korban kasus kekerasan seksual adalah langkah penting dalam menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi semua individu di suatu negara. Upaya terus menerus diperlukan untuk meningkatkan perlindungan ini dan memastikan bahwa semua korban mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan. Seperti memberikan perlindungan hukum terhadap korban pelecehan seksual diatur dalam Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan korban. Pasal 5 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Yang berisikan bahwa saksi dan korban berhak:

  1. terbebas dari ancaman yang berkaitan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikan, serta memperoleh perlindungan atas keselamatan pribadi, keluarga, dan harta benda;
  2. mengambil bagian dalam proses memutuskan dan memilih bantuan keamanan dan langkah-langkah perlindungan;
  3. memberikan keterangan tanpa tekanan;
  4. mendapat penerjemah;
  5. bebas dari pertanyaan yang menjerat;
  6. mendapat informasi mengenai perkembangan kasus;
  7. mendapat informasi mengenai putusan pengadilan;
  8. mendapat informasi dalam hal terpidana dibebaskan;
  9. dirahasiakan identitasnya;
  10. mendapat identitas baru;
  11. mendapat tempat kediaman sementara;
  12. mendapat tempat kediaman baru;
  13. memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan;
  14. mendapat nasihat hukum;
  15. memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu Perlindungan berakhir; dan/atau
  16. mendapat pendampingan.

Berdasarkan putusan LPSK, dalam keadaan tertentu saksi dan/atau korban tindak pidana diberikan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Hak-hak yang diberikan dalam keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diperluas kepada saksi, pelaku, pelapor, dan ahli, termasuk mereka yang dapat memberikan keterangan mengenai suatu perkara pidana walaupun belum pernah mendengarnya. Sepanjang keterangan orang tersebut ada kaitannya dengan suatu tindak pidana, maka ia tidak menyaksikannya secara langsung dan tidak pula mengalaminya sendiri.

Pasal 6 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan korban. Selain hak-hak yang tercantum dalam Pasal 5 sebagaimana dimaksud, korban pelanggaran hak asasi manusia yang berat, tindak pidana terorisme, perdagangan manusia, penyiksaan, tindak pidana kekerasan seksual, dan penganiayaan berat mempunyai hak untuk menerima bantuan kesehatan serta bantuan medis. Juga memberikan rehabilitasi psikososial dan psikologis mereka.

Pelecehan seksual terhadap perempuan merupakan tindakan yang dapat merampas hak asasi seseorang. Korban kekerasan seksual, termasuk korban pemerkosaan, akan menanggung rasa sakit dan rasa malu seumur hidup mereka. Penting untuk menciptakan kerangka hukum yang dapat melindungi hak-hak perempuan yang mengalami pelecehan seksual. Contohnya termasuk memberikan korban kekerasan seksual di Provinsi Bali akses terhadap perawatan psikologis yang dapat membantu mereka pulih dari trauma atau dukungan hukum. Pemerintah Indonesia dapat bekerja sama dengan organisasi non-pemerintah (LSM) yang fokus pada hak perempuan dan perlindungan korban kekerasan seksual. Penting untuk diingat bahwa penanganan kasus kekerasan seksual adalah proses yang rumit dan memerlukan kerja sama antara berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga penegak hukum, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat luas. Pemerintah Indonesia, seperti negara-negara lain, berkomitmen untuk melindungi semua individu dari kekerasan seksual dan mendukung mereka yang menjadi korban untuk mendapatkan keadilan.

Ilustrasi Kebijakan Yang Ditetapkan Pemerintah Terkait Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual
Sumber: https://www.istockphoto.com

Referensi

ANTARA. (2022, Oktober 17). Polresta Denpasar tahan pelaku pelecehan terhadap WNA asal Inggris. Retrieved from Antara News: https://www.antaranews.com/berita/3184517/polresta-denpasar-tahan-pelaku-pelecehan-terhadap-wna-asal-inggris

Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta. (2022, Juli 22). Jenis-Jenis Tindak Pidana Kekerasan Seksual Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022. Retrieved from Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta: https://hukum.bunghatta.ac.id/index.php/informasi/artikel/292-jenis-jenis-tindak-pidana-kekerasan-seksual-menurut-undang-undang-nomor-12-tahun-2022

Ni Putu Rai Yuliartini, e. (2021). Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan dan Anak Korban Kekerasan Seksual di Provinsi Bali. Seminar Nasional Hukum Universitas Negeri Semarang, (pp. 367-380). Semarang. doi: https://doi.org/10.15294/snhunnes.v7i1.713

Raharjo, A. (2023, Agustus 09). Driver Ojol Diduga Perkosa WNA di Bali, Ini Kronologinya Menurut Kementerian PPPA. Retrieved from Republika.id: https://news.republika.co.id/berita/rz4lx9436/driver-ojol-diduga-perkosa-wna-di-bali-ini-kronologinya-menurut-kementerian-pppa

Suadnyana, I. W. (2023, Februari 09). Polisi Terkendala Izin Tinggal Terbatas Tangani Pelecehan Seksual WNA. Retrieved from Detik Bali: https://www.detik.com/bali/berita/d-6559336/polisi-terkendala-izin-tinggal-terbatas-tangani-pelecehan-seksual-wna

Riset ditulis oleh Maya Rizka Yuhanida, mahasiswi Fakultas Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang, yang melakukan magang di BWCC selama periode 10 September- 10 Oktober 2023.