Puluhan Perempuan di Bali Diedukasi Pendampingan Kasus
TLembaga Bantuan Hukum Bali Women Crisis Centre (LBH BWCC) mendidik sejumlah paralegal di seluruh Bali (IDN Times/Ayu Afria)
Tabanan - Lembaga Bantuan Hukum Bali Women Crisis Centre (LBH BWCC) menjadi satu-satunya LBH di Bali yang berkomitmen mendidik paralegal. Satu di antara kegiatannya telah dilaksanakan pada Sabtu lalu, 17 Mei 2025 di Kubu WCC, Banjar Kekeran, Desa Penatahan, Kabupaten Tabanan.
Puluhan paralegal yang didominasi perempuan dari berbagai wilayah di Bali bergabung untuk mendapatkan edukasi hukum. Direktur LBH BWCC, Ni Nengah Budawati, mengatakan pertemuan antarparalegal di bawah naungan LBH BWCC tersebut, selain menambah ilmu, juga untuk memperkuat kerja mereka di lapangan dalam memberikan pendampingan terhadap korban. “Di sini kita ingin melihat tantangan, hambatan, praktik-praktik baik dari dua puluh lima paralegal yang kami pilih,” ungkapnya.
1. Paralegal di bawah LBH BWCC didominasi oleh perempuan
Menurut Direktur LBH BWCC, Ni Nengah Budawati, kondisi perempuan di Bali sangat mengejutkan. Banyak perempuan dari berbagai latar belakang tertarik dan bersedia aktif menjadi paralegalnya. Sebaran paralegalnya yang didominasi perempun ini bukan serta merta pilihan. Ia menduga, belum ditemukan titik imbang antara paralegal perempuan dan laki-laki di bawah lembaga naungannya karena LBH BWCC lebih banyak menerima korban perempuan.
“Kami berharap ke depan minimallah, kami optimis di tahun-tahun berikutnya, kuota paralegal laki-laki lebih banyak bisa kami latih dan mau dilatih,” terangnya.
2. Peningkatan peran pendampingan dan pembelaan terhadap korban
Perempuan paralegal yang kini aktif di LBH BWCC memiliki berbagai latar belakang, mulai dari jurnalis, buruh pertanian, peternak, pengusaha, mahasiswa hingga satu ketua KPU kabupaten di Bali.
Lalu apa yang diajarkan kepada paralegal tersebut? Mereka mendapatkan pemahaman hukum, dan bedah kasus yang terjadi di lapangan, mulai kasus sederhana hingga rumit yang melibatkan adat dan budaya. LBH ini melatih paralegal untuk memberikan pendampingan dan pembelaan terhadap para korban. Keberadaan paralegal ini sendiri juga diakui oleh negara berdasarkan Undang-Undang (UU) Bantuan Hukum Bagi Orang Tidak Mampu Nomor 16 Tahun 2011.
“Harapannya mereka tetap bersama kami dengan keterbatasannya BWCC dalam mekanisme support pendanaan kerja mereka, dengan keterbatasan kami mampu me-manage mereka. Agar tetap merasa menjadi bagian dari kami dan tetap aktif” ungkapnya.
3. Perempuan diharapkan berdaya untuk dirinya sendiri
Seorang paralegal dari Tabanan, Ni Wayan Suciati (60), mengatakan sangat antusias mengikuti kegiatan ini sekaligus memberikannya berbagai macam pengalaman. Ia yang sebelumnya bekerja di sektor perhotelan tertarik menjadi bagian dari LBH BWCC. Dalam praktiknya di lapang, ia sudah tidak merasa takut lagi saat mendampingi kasus-kasus berat. Ia telah bergabung sejak 2015. Sebagai perempuan, ia berharap agar perempuan lainnya bisa mandiri dan berdaya, serta bisa mengatasi masalah yang rumit untuk kebaikan dirinya sendiri.
“Paralegal terbatas geraknya. Jadi kami mendampingi saja geraknya,” terangnya.