Tak Bisa Kerja-Sibuk Urusan Adat Bikin Perempuan Bali Galau Mau Nikah
Konferensi pers LBH Bali WCC dan Aksi! for gender, social and ecological justice di salah satu hotel di Kota Denpasar, Rabu (6/12/2023). Foto: I Wayan Sui Suadnyana/detikBali
Para perempuan di Bali mempunyai keresahan atau kegalauan dalam memutuskan pernikahan. Pernikahan ditakutkan akan menghilangkan kebebasan perempuan Bali dalam bekerja dan sibuk urusan adat.
Indikasi ketakutan menikah para perempuan di Bali karena alasan pekerjaan dan urusan adat ini diungkap oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali Women Crisis Center (WCC). LBH Bali WCC mendapatkan temuan ini setelah berdiskusi dengan sejumlah pihak.
"Anak-anak muda sekarang sedang resah dan galau apakah kemudian memutuskan untuk melakukan perkawinan itu adalah hal yang baik-baik saja," kata Direktur LBH Bali WCC Ni Nengah Budawati saat konferensi pers di Kota Denpasar, Rabu (6/12/2023).
Perempuan di Pulau Dewata takut jika kesempatan kerja yang mereka miliki tercerabut pascapernikahan. Mereka juga takut keluarga baru di rumah suami tidak bisa mendukung jika perempuan Bali memilih tetap bekerja seusai menikah.
"Apakah keluarga yang baru mendukung keputusan perempuan untuk bekerja dengan kemudian memperlihatkan intelektual dan kreativitas mereka," jelas Budawati.
Selain kegalauan soal bekerja setelah menikah, perempuan Bali juga takut akan dipusingkan dengan urusan adat, budaya, dan agama. Mereka bisa saja tetap bekerja, namun tidak akan bisa lepas dengan urusan adat istiadat yang padat.
"Itu malah jadi kegelisahan anak muda sekarang. Ternyata anak-anak muda berpikir begitu tanpa kita sadari," ungkap Budawati.
Budawati mengungkapkan keresahan perempuan Bali dalam memutuskan pernikahan semakin menakutkan jika didiskusikan. Namun dari diskusi itu, akhirnya memunculkan solusi agar kehidupan perempuan dapat lebih baik pascamenikah.
"Semakin berdiskusi sebenarnya semakin menakutkan. Tetapi juga ada kemudian pertimbangan adalah tidak boleh cemas, tidak boleh takut, ada solusi di mana kemudian memang harapannya baik oleh perempuan," jelas Budawati.
Untuk diketahui, LBH Bali WCC dan Aksi! for gender, social and ecological justice tengah menyoroti ketimpangan gender di Bali, salah satunya dalam tatanan adat. Mereka memperjuangkan pengakuan peran perempuan dalam hukum adat dan budaya di Bali.